Rabu, 03 Februari 2016




A.   Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik

Reaksi yang berlangsung karena penggantian satu atau lebih atom atau gugus dari suatu
senyawa oleh atom atau gugus lain disebut reaksi substitusi. Bila reaksi substitusi melibatkan
nukleofil, maka reaksi disebut substitusi nukleofilik(SN), dimana S menyatakan substitusi dan N
menyatakan nukleofilik.
Spesies yang bertindak sebagai penyerang adalah nukleofil (basa Lewis), yaitu spesies
yang dapat memberikan pasangan elektron ke atom lain untuk membentuk ikatan kovalen.
Perubahan yang terjadi pada reaksi ini pada dasarnya adalah: suatu nukleofil dengan membawa
pasangan elektronnya menyerang substrat (molekul yang menyediakan karbon untuk
pembentukan ikatan baru), membentuk ikatan baru dan salah satu substituen pada atom karbon
lepas bersama berpasangan elektronnya.
Jika nukleofil penyerang dinyatakan dengan lambang Y: atau Y dan substratnya R-X;
maka persaman reaksi substitusi nukleofilik dapat dituliskan secara sederhana sebagai berikut:

R – X + Y-

R – Y + X-

Laju order kedua : r = k. [OH-] [R-X]

Bila alkilhalida memiliki atom C kiral

            ( R ) ( S )

Ket : R1= H, R2= CH3, R3=C2H5

Substrat nukleofil hasil substitusi gugus pergi
Gugus pergi adalah substituen yang lepas dari substrat, yang berarti atom atau gugus apa
saja yang digeser dari ikatannya dengan atom karbon. Substrat bisa bermuatan netral atau positif,
sedangkan nukleofil bermuatan netral atau negatif. Pada umumnya nukleofil adalah ion yang
bermuatan negatif (anion), tetapi beberapa molekul netral dapat pula bertindak sebagai nukleofil,
contoh: H2O, CH3OH, dan CH3NH2

Hal ini disebabkan karena molekul-molekul netral tersebut,
memiliki pasangan elektron menyendiri yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan sigma
dengan atom C substrat. Dalam reaksi substitusi nukleofilik bila nukleofilnya H2O atau -OH
disebut reaksi hidrolisis, sedangkan bila nukleofil penyerangnya berupa pelarut disebut reaksi
solvolisis. Dengan demikian maka reaksi substitusi nukleofilik dapat dituliskan dalam 4 macam
persamaan reaksi, yaitu :

Nu:-       +  R       L             Nu        R  +  L : -
Nu:      +  R       L             Nu+       R  + L :-
Nu: -      +  R       L+            Nu        R  +  L :
Nu:-       +  R      L+            Nu+         R  +  L :

Keterangan :
Nu : atau Nu:ˉ adalah nukleofil
L : atau L:ˉ adalah gugus pergi
Ion atau molekul yang merupakan basa yang sangat lemah, seperti Iˉ, Clˉ, Brˉmerupakan
gugus pergi yang baik, karena mudah dilepaskan ikatannya dari atom C substrat. Sedangkan
nukleofil yang baik adalah nukleofil yang berupa basa kuat.


Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofil Senyawa Alifatik
Reaksi substitusi nukleofil senyawa alifatik biasanya terjadi pada senyawa alkil halida
(R-X). Atom karbon yang mengikat halida pada alkil halida ini, mempunyai muatan parsial positif, sehingga mudah diserang oleh nukleofil. Jika gugus perginya adalah ion halida, maka gugus ini merupakan gugus pergi yang baik karena ion-ion halidanya merupakan basa yang
sangat lemah dan mudah digantikan oleh nukleofil.
1. Mekanisme Reaksi SN2
Bila laju reaksi substitusi nukleofilik tergantung pada konsentrasi substrat dan nukleofil,
maka reaksi ini dimanakan reaksi tingkat dua dan dinyatakan dengan SN2.
 Notasi SN2 menunjukkan reaksi substitusi nukleofil bimolekular, yang berarti bahwa pada reaksi ini ada 2 spesies yang terlibat dalam pembentukan keadaan transisi. Dalam reaksi SN2, nukleofil
menyerang substrat dari arah belakang, dalam arti nukleofil mendekati substrat dari arah yang
berlawanan dengan posisi gugus pergi. Reaksinya merupakan proses satu langkah, tanpa
pembentukan zat antara. Pola umum dari serangan nukleofil terhadap substrat ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
nukleofil substrat keadaan transisi hasil
substitusi gugus pergi
Penyerangan nukleofil dari arah belakang suatu atom karbon tetrahedral yang mengikat
gugus pergi, ada dua hal yang terjadi yaitu: suatu ikatan baru mulai dibentuk dan ikatan C-X
mulai terputus. Proses ini disebut proses satu tahap (proses serempak). Pada proses ini
diperlukan energi untuk memutuskan ikatan C-X. Energi tersebut dipenuhi dari energi yang
dibebaskan pada pembentukan ikatan C-Y yang terjadi secara simultan. Jika energi potensial
kedua spesies yang bertumbukan cukup tinggi, maka dapat dicapai suatu keadaan energi yang
memudahkan pembentukan ikatan baru dan pemutusan ikatan C-X.
Pada waktu pereaksi berubah menjadi hasil substitusi, maka pereaksi tersebut harus
melewati keadaan antara yang memiliki energi potensial tinggi jika dibandingkan dengan energi
rata-rata pereaksi dan hasil reaksi. Keadaan antara ini disebut keadaan transisi atau kompleks
teraktifkan. Karena pembentukan keadaan transisi ini melibatkan dua partikel yaitu substrat dan nukleofil, maka reaksi SN2 dikatakan bersifat bimolekular. Keadaan transisi ini melibatkan suatu rehibridisasi sementara dari atom C yang mengikat gugus pergi dan sp3 ke sp2 dan akhirnya kembali ke sp3 pada saat hasil reaksi terbentuk. Jika nukleofil menyerang dari arah belakang molekul substrat, ketiga gugus yang terikat pada atom karbon dengan hibridisasi sp3 berubah posisi menjadi datar pada keadaan transisi, kemudian membalik ke posisi yang lain (seperti payung yang kelewat terbuka). Peristiwa membalik ini disebut inversi.
Laju reaksi SN2 ditentukan oleh konsentarsi substrat dan konsentrasi nukleofil. Artinya
konsentrasi kedua reaktan terlibat dalam langkah penentu laju reaksi. Jika konsentrasi pereaksi dalam reaksi SN2 diperbesar akan menambah laju pembentukan produk. Hal ini disebabkan
karena dengan penambahan konsentrasi pereaksi tersebut, akan akan meningkatkan jumlah
tumbukan antar molekul. Untuk reaksi SN2 yang dinyatakan dengan persamaan reaksi:

Nu- + R-X        R-Nu + X

maka :

Laju reaksi SN2 = k [R-X][Nu-]

Ket :

[R-X] dan [Nu-]          :   konsentrasi dalam mol/liter untuk substrat dan nukleofil
K                                 :   tetapan laju reaksi

Harga k konstan untuk reaksi dengan kondisi eksperiman yang sama (pelarut, konsentrasi).
Untuk membuktikan adanya inversi konfigurasi pada reaksi SN2 yaitu dengan menggunakan substrat yang bersifat aktif optik. Inversi konfigurasi ini disebut inversi Walden,
sebagai penghormatan terhadap Walden atas jasanya dalam melakukan observasi yang intensif
yang mengungkapkan adanya fenomena tersebut. Contoh yang digunakan oleh Walden untuk
membuktikan terjadinya inversi konfigurasi pada reaksi SN2 ini adalah reaksi antara (+)-asam
malat dengan tionil klorida (SOCl2) yang menghasilkan (+)-asam klorosuksinat, sedangkan bila (+)-asam malat direaksikan dengan PCl5 ternyata menghasilkan (-)-asam klorosuksinat.



Inversi konfigurasi dapat terjadi dalam reaksi diatas, di mana terlihat bahwa gugus OHˉ
tidak menempati posisi yang sebelumnya diduduki oleh Br. Dapat dikatakan bahwa alkohol yang
terbentuk yaitu 2-oktanol mempunyai konfigurasi yang berlawanan dengan 2-bromooktana.
Inversi konfigurasi artinya suatu reaksi yang menghasilkan senyawa dengan konfigurasi yang
berlawanan dengan konfigurasi reaktan.
Laju reaksi yang mengikuti mekanisme SN2 terutama disebabkan oleh faktor sterik dan
bukan ditimbulkan oleh faktor polaritas. Hal ini berarti perbedaan laju reaksi berkaitan dengan
keruahan substituen dan bukan karena faktor distribusi elektronnya. Apabila jumlah substituen
yang terikat pada atom C yang mengikat gugus pergi bertambah, maka kereaktifannya dalam
reaksi SN2 akan menurun.

Contoh : Reaksi substitusi gugus OHˉ pada 2 macam alkil halida primer.

1. OH-  +  CH3Br                     CH3OH  +  Br
         Bromometana                                           methanol

2. OH-  +  CH3CH2Br              CH3CH2OH  +  Br
       bromometana                                              etanol

Laju reaksi dari bromometana 30x lebih cepat daripada bromoetana. Jika bromoetana
memerlukan waktu satu jam untuk menyelesaikan separuh reaksi, maka bromoetana hanya
memerlukan 1/30 kalinya, yaitu 2 menit saja untuk menyelesaikan separuh reaksinya. Laju relatif
rata-rata beberapa alkil halida dalam reaksi SN2 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1. Laju reaksi relatif rata-rata beberapa alkil halida dalam reaksi SN2



Alkil Halida
Laju Relatif
CH3X
30
CH3CH2X
1
CH3CH2 CH2X
0,4
CH3CH2 CH2CH2X
0,4
(CH3)2 – CHX
0,025
(CH3)2 – CH CH2 -X
0,030
(CH3)3 CCH2 -X
10-5
(CH3)3 C -X
0


Makin meruahnya gugus yang diikat oleh atom C yang mengikat gugus pergi makin
rendah laju reaksinya. Untuk alkil halida sederhana, urutan kereaktifannya dalam reaksi SN2 adalah: metil > alkil primer > alkil sekunder > alkil tersier

Laju reaksi neopentil halida terhadap reaksi SN2 sangat rendah, meskipun senyawa
termasuk alkil halida primer. Hal ini disebabkan karena dalam reaksi SN2 nukleofil menyerang
atom karbon yang mengikat gugus pergi, sehingga gugus yang meruah pada atom karbon atau
didekat atom karbon tersebut akan menghalangi serangan nukleofil.

2. Mekanisme Reaksi SN1
Reaksi substitusi nukleofilik yang laju reaksinya hanya tergantung dari konsentrasi
substrat dan tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil disebut reaksi SN1 atau reaksi substitusi
nukleofilik unimolekuler. Reaksi SN1 terdiri dari dua tahap. Tahap pertama melibatkan ionisasi
alkil halida menjadi ion karbonium, berlangsung lambat dan merupakan tahap penentu reaksi.
Tahap ke dua melibatkan serangan yang cepat dari nukleofil pada karbonium. Contoh dari reaksi
substitusi nukleofilik unimolekuler adalah hidrolisa tersier butil bromida. Tersier butil halida dan
alkil halida tersier lainnya, karena keruahan strukturnya (rintangan sterik) tidak bereaksi secara SN2. Tetapi bila t-butilbromida direaksikan dengan suatu nukleofil yang berupa basa yang sangat
lemah (seperti H2O atau CH3CH3OH), memberikan hasil substitusi SN1
Hasil reaksi substitusi yang diperoleh pada reaksi SN1 berbeda dengan hasil substitusi
yang diperoleh pada reaksi SN2.
Sebagai contoh bila dalam reaksi SN1 digunakan substrat suatu enantiomer murni dari alkil halida yang mengandung atom C kiral, akan diperoleh hasil substitusi yang berupa campuran rasemik dan bukannya hasil inversi konfigurasi seperti yang diperoleh pada reaksi SN1. Disamping itu diperoleh kesimpulan bahwa pada reaksi SN1 pengaruh konsentrasi nukleofil terhadap laju reaksi keseluruhan sangat kecil. Hal ini berlawanan dengan reaksi SN2yang laju reaksinya berbandingan lurus dengan konsentrasi nukleofil. Tersier -butilbromida dapat bereaksi SN1dengan ion hidroksida.

 Reaksi SN1 t- butil bromida dengan gugus OH- diatas merupakan reaksi bertahap. Tahap pertama adalah pemutusan ikatan C-Br membentuk sepasang ion yaitu ion bromida dan  karbokation (suatu ion dengan muatan positif pada atom C). Karena pada reaksi ini melibatkan pembentukan ion, maka reaksi ini dibantu oleh pelarut polar seperti H2O dengan cara menstabilkan ion yang terbentuk melalui proses solvasi.


 
 Permasalahan bagaimana cara menstabilkan ion yang terbentuk melalui proses solvasi ?


Terimakasih

1 komentar:

  1. Saya Ferdinand akan mencoba membantu menjawab permasalahan dari Arek,
    Reaksi SN1 adalah reaksi ion. Mekanismenya
    kompleks karena adanya antara molekul pelarut,
    molekul RX, dan ion-ion antara yang terbentuk.
    Reaksi SN1 antara suatu alkil halida tersier
    adalah reaksi bertahap (stepwise reaction).
    Tahap pertama berupa pematahan alkil halida
    menjadi sepasang ion: ion halida dan suatu
    karbokation, suatu ion dalam mana atom karbon
    mengemban suatu muatan positif. Karena reaksi
    SN1 melibatkan ionisasi, reaksi-reaksi ini
    dibantu oleh pelarut polar, seperti H20, yang
    dapat menstabilkan ion dengan cara solvasi
    (solvation)
    Tahap 1:
    (CH3)3C Br (CH3)3 C--- Br (CH3)3C+ + Br
    keadaan transisi 1 zat-antara, karbokation
    tak stabil
    Tahap 2 adalah penggabungan karbokation itu
    dengan nukleofil (H2O) menghasilkan produk
    awal, suatu alkohol berproton(protonated).
    Tahap 2:
    Tahap terakhir dalam deret ini adalah lepasnya
    H+ dari dalam alkohol berproton tadi, dalam
    suatu asam-basa yang cepat dan reversibel,
    dengan pelarut.
    Tahap 3:
    Jadi reaksi keseluruhan t-butil bromida dengan
    air sebenarnya terdiri dari dua reaksi yang
    terpisah: reaksi SN1(ionisasi yang diikuti oleh
    kombinasi dengan nukleofil) dan suatu reaksi
    asam-basa. Tahap-tahap itu dapat diringkaskan
    sebagai berikut:
    Gambar Diagram energi untuk suatu reaksi SN1
    yang lazim
    Perhatikan diagram energi untuk suatu reaksi
    SN1. Tahap 1 (ionisasi) secara khas mempunyai
    Eakt tinggi; inilah tahap lambat dalam proses
    keseluruhan. Harus tersedia cukup energi agar
    alkil halida tersier mematahkan ikatan sigma C-
    X dan menghasilkan karbokation serta ion
    halida.

    BalasHapus